Terpilihnya Jokowi ini sebagai bukti bahwa secara personal Jokowi lebih besar dibanding PDIP. Khususnya ketika berhadapan dengan DPR RI dan menteri-menteri pembantunya.
“Setelah amandemen ada keinginan kuat untuk menata lembaga negara sama-sama diperkuat termasuk dengan sistem presidensial. Sebab, dengan sistem presidensial kita sudah jatuh-bangun politik, sehingga tidak ada kepastian untuk pembangunan, dan sistem presidensial memberi kepastian pada presiden terpilih,” kata Sekretaris FPP MPR RI Zainut Tauhid dalam dialog ‘Sistem Presidensial: Antara Teori dan Praktek’ bersama Ketua DPP Nasdem Ferry Mursyidan Baldan, dan pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (1/9/2014).
Menurutnya, dengan sistem itu, maka presiden tak bisa dijatuhkan di tengah jalan oleh DPR RI, kecuali ada alasan-alasan konstitusional untuk memakzulkan.
“Jadi, jabatan presiden itu sangat kuat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Karena itu kemampuan komunikasi politik Jokowi akan diuji khususnya ketika berhadapan dengan DPR RI,” ujarnya.
Menurut Zainut, posisi parpol di luar pemerintahan Jokowi sebagai penyeimbang atau oposisi ke depan itu tak hanya sekadar berbeda. Sebab, kalau asal beda, maka pemerintahan tak akan efektif, begitu pula DPR RI juga tak akan efektif, maka dibutuhkan sikap kenegarawanan untuk mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Ditegaskan, di tengah maraknya transaksional politik di mana partai tak mampu merekrut kader-kader terbaiknya, maka kekuatan sipil menjadi alternatif.
“Sama halnya dengan kekuatan media massa. Kalau media lemah maka akan kembali ke era otoritarianisme. Untuk itu, pemerintah dan DPR RI harus saling menguatkan. Kalau DPR terlalu kuat, maka bahaya bagi demokrasi, dan sebaliknya,” ujarnya.(Tribun)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar